Beranda » Posts tagged 'Pengantar Analisis Teknologi Access Fiber Optic untuk media Telekomunikasi'

Tag Archives: Pengantar Analisis Teknologi Access Fiber Optic untuk media Telekomunikasi

Pengantar Analisis Teknologi Access Fiber Optic untuk media Telekomunikasi

Tuntutan kebutuhan pelanggan terhadap kualitas dan jenis layanan telekomunikasi yang semakin meningkat serta perkembangan teknologi yang pesat, menimbulkan kebutuhan untuk menyediakan sarana komunikasi berbasis fiber optik sampai ke lokasi pelanggan. Penggunaan fiber optik di jaringan lokal (OAN) menyediakan kapasitas, jenis jasa, dan fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan kabel tembaga konvensional. Disamping fleksibilitas terhadap tuntutan kebutuhan layanan, OAN juga diharapkan dapat menyederhanakan jaringan lokal, mengatasi keterbatasan fasilitas infrastruktur dan memperluas daerah jangkauan Dalam Whitepaper ini  akan dijelaskan tentang berbagai macam teknologi OAN yang dapat digunakan untuk memberikan berbagai macam jenis layanan baik yang berbasis pita sempit (narrowband) maupun pita lebar (broadband).

  • Jenis-Jenis Layanan
    Perkembangan teknologi baru mendorong tumbuhnya permintaan pasar akan jenis jasa/aplikasi baru disamping kebutuhan akan layanan telekomunikasi dasar (POTS). Ditinjau dari segi jumlah bandwidth yang dibutuhkan, jenis-jenis layanan dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar: Layanan Pita Sempit (Narrowband) yaitu jenis-jenis layanan yang membutuhkan lebar pita hingga 2 Mbit/s, dan Layanan Pita Lebar (Broadband) yaitu jenis-jenis layanan yang membutuhkan lebar pita diatas 2 Mbit/s. Dilihat dari kategorinya, jenis-jenis layanan juga dapat dibedakan menjadi layanan telekomunikasi, informasi/transaksi, dan hiburan/entertainment.
    Sedangkan dilihat dari interaksi komunikasi yang terjadi, layanan dapat dibedakan menjadi layanan interaktif simetris (dua arah masing-masing dengan laju bit yang sama), layanan interaktif asimetris/retreaval (dua arah dengan laju bit yang tidak sama untuk arah upstream & downstream dimana umumnya downstream laju bitnya lebih besar), dan layanan distributif (hanya satu arah saja yaitu downstream). Gambar 1 memberikan contoh berbagai macam jenis layanan berdasarkan kategori dan atribut interaksi komunikasi yang terjadi untuk masing-masing jenis layanan.

image

Teknologi OAN yang ada saat ini dapat mengakomodasi berbagai macam jenis layanan tersebut diatas sesuai dengan aplikasinya. Bahkan salah satu teknologi OAN broadband yaitu ATM PON dengan modus aplikasi Fiber To The Home (FTTH) telah dipercaya sebagai suatu solusi bagi “Full Service Access Network” yang paling cost effective di masa depan.

Konfigurasi Optical Access Network (OAN)

Teknologi OAN yang ada dapat diimplementasikan dalam berbagai macam konfigurasi. Beberapa alternatif konfigurasi yang umumnya dipakai pada segmen optiknya adalah sebagai berikut:
Single Star (SS) atau point to point adalah konfigurasi jaringan yang menghubungkan sentral ke pelanggan secara langsung tanpa melewati pencabangan. Jaringan ini sangat sederhana dan hanya menggunakan komponen sambungan (splice) serta konektor pada kabel optik dalam jaringan.
Passive Double Star (PDS), Passive Triple Star (PTS) atau secara umum disebut Passive Multiple Star atau point to multipoint merupakan konfigurasi yang biasa digunakan dalam sistem berbasis Passive Optical Network (PON) dimana multiplexing atau pencabangan pada jaringan yang menghubungkan sentral ke pelanggan dilakukan dengan menggunakan komponen pasif (passive splitter).

Active Double Star (ADS) adalah konfigurasi yang menggunakan komponen
aktif pada jaringan untuk melakukan multiplexing dan pencabangan. Yang dimaksud dengan komponen aktif adalah komponen yang menggunakan daya
listrik. Ring adalah konfigurasi yang digunakan untuk meningkatkan kehandalan jaringan. Konfigurasi ring memungkinkan proteksi jaringan fiber optik sehingga bila terjadi gangguan pada salah satu jalur, maka trafic dapat dialihkan melalui jalur yang lain.
Pada segmen kabel tembaga setelah remote terminal atau optical network unit, umumnya digunakan konfigurasi star dengan memakai kabel penanggal atau twisted pair ke terminal pelanggan. Khusus untuk salah satu alternatif teknologi OAN Broadband yaitu hybrid fiber coax (HFC) segmen kabel tembaganya memakai kabel koaksial dan menggunakan konfigurasi Bus.

Modus Aplikasi OAN
Sistem OAN secara umum terdiri dari dua jenis perangkat, yaitu perangkat opto elektronik yang ditempatkan di sisi sentral (dapat berupa Central Terminal/CT atau Optical Line Termination/OLT) serta perangkat opto elektronik yang ditempatkan di sisi pelanggan (dapat berupa Remote Terminal/RT atau Optical Network Unit/ONU). Perbedaan lokasi peletakan perangkat opto elektronik di sisi pelanggan memunculkan berbagai macam istilah modus aplikasi OAN. Beberapa istilah umum yang paling banyak dipakai untuk menjelaskan modus aplikasi OAN diantaranya adalah sebagai berikut.

image

Fiber To The Building (FTTB)

Istilah FTTB dipakai bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan berada di dalam suatu gedung (umumnya di basement atau ruangan perangkat telekomunikasi). Jadi fiber optik digelar mulai dari sentral dan berakhir di suatu
gedung (umumnya berupa gedung-gedung bertingkat/perkantoran). Terminal pelanggan yang ada di dalam gedung tersebut akan dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan menggunakan kabel tembaga sesuai dengan jenis layanannya.

Fiber To The Zone (FTTZ)

Istilah FTTZ digunakan bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan diletakkan di suatu tempat (umumnya di dalam kabinet) di luar gedung/bangunan. Jadi fiber optik digelar mulai dari sentral dan berakhir di kabinet RT atau ONU yang memiliki daerah cakupan layanan tertentu (zone). Terminal pelanggan dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan menggunakan kabel tembaga hingga jarak beberapa kilometer (maksimum 3 kilometer). Bila dianalogikan dengan jaringan kabel tembaga, maka letak kabinet pada modus aplikasi FTTZ adalah kira-kira sama dengan lokasi rumah kabel (RK).

Fiber To The Curb (FTTC)

Istilah FTTC digunakan bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan diletakkan di suatu tempat di luar gedung/bangunan (umumnya di dalam kabinet di atas tanah maupun di tiang). Jadi fiber optik digelar mulai dari sentral dan berakhir di kabinet RT atau ONU yang memiliki daerah cakupan layanan tertentu yang lebih kecil dari FTTZ. Terminal pelanggan dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan menggunakan kabel tembaga hingga jarak beberapa ratus meter (maksimum 500 meter). Bila dianalogikan dengan jaringan kabel tembaga, maka letak kabinet pada modus aplikasi FTTC adalah kira-kira sama dengan lokasi distribution point (DP).

Fiber To The Home (FTTH)

Istilah FTTH dipakai bila perangkat opto elektronik (umumnya berupa ONU) diletakkan di dalam rumah pelanggan (residensial). Terminal pelanggan dihubungkan ke ONU dengan menggunakan kabel tembaga indoor atau IKR dengan jarak yang cukup pendek (belasan atau puluhan meter saja). Letak perangkat ONU pada FTTH dapat dianalogikan dengan terminal batas atau bahkan roset pada jaringan kabel tembaga.
Beberapa istilah lain mungkin dipakai seperti misalnya Fiber To The Office (FTTO),
Fiber To The Apartment (FTTA), Fiber To The Desk (FTTD), dan lain-lain, namun pada prinsipnya dapat dimasukkan dalam kategori salah satu dari modus aplikasi di atas.

image

Sistem Transmisi Pada OAN

  • Metoda Multiplexing Untuk Transmisi Bidirectional
    Secara umum, sistem transmisi dua arah (bidirectional) terbagi menjadi dua kategori; yaitu sistem transmisi yang menggunakan satu fiber atau dua fiber.
    Metoda multiplexing yang dapat digunakan untuk mewujudkan transmisi bidirectional tersebut meliputi Space-Division Multiplexing (SDM), Wavelength- Division Multiplexing (WDM), Directional-Division Multiplexing (DDM), Time- Compression Multiplexing (TCM), Code-Division Multiplexing (CDM), dan Subcarrier Multiplexing (SCM). Klasifikasi sistem transmisi bidirectional tersebut dijelaskan pada Gambar 4.

image

Sistem transmisi dengan menggunakan satu fiber oleh beberapa pihak dinilai sebagai salah satu solusi yang lebih memenuhi persyaratan ekonomi (cost effective), karena dengan sistem ini jumlah fiber, splice, splitter, konektor yang
diperlukan hanya separuh dari sistem yang menggunakan dua fiber. Namun perlu diperhatikan bahwa sistem ini umumnya lebih kompleks dan khusus untuk beberapa metoda multiplexing sistem dengan satu fiber memerlukan beberapa persyaratan khusus pada komponen jaringan optiknya. Sistem transmisi menggunakan dua fiber tidak memerlukan persyaratan khusus bagi komponen jaringan optiknya. Hal ini karena kebanyakan komponen jaringan optik yang ada saat ini memang dipersiapkan bagi sistem ini.
Space Division Multiplexing Sistem transmisi dengan menggunakan dua fiber merupakan sistem yang paling sederhana dan selama ini sudah dan paling banyak dipakai. Sistem transmisi ini dikenal dengan istilah Space Division Multiplexing (SDM). Sistem ini mempergunakan sepasang (dua) serat optik, satu untuk keperluan transmisi upstream dan satu untuk keperluan transmisi downstream. Sistem transmisi ini juga dikenal sebagai sistem transmisi simplex.

image

Direction Division Multiplexing (DDM)

Sistem ini mempergunakan hanya sebuah serat optik untuk keperluan transmisi dua arah baik upstream maupun downstream dengan menggunakan bantuan “optical directional coupler”. Namun karena dalam sistem ini digunakan panjang gelombang yang sama untuk sinyal upstream dan downstream, maka diperlukan konektor dan coupler yang khusus untuk mengatasi back reflection yang dapat menimbulkan crosstalk. Dalam hal ini dibutuhkan konektor dengan return loss ≥ 50 dB serta coupler dengan directivity yang sangat baik (> 60 dB).
Sistem transmisi bidirectional dengan panjang gelombang yang sama ini dikenal sebagai sistem Full Duplex.

image

Wavelength Division Multiplexing (WDM)

Sistem ini mempergunakan dua panjang gelombang yang berbeda pada sebuah serat optik untuk setiap arah transmisi, sinyal-sinyal dengan panjang gelombang yang berbeda tersebut digabung dalam satu fiber dengan menggunakan WDM coupler. Panjang gelombang yang umumnya digunakan dalam sistem WDM adalah 1310 dan 1550 nm. Penggunaan WDM dalam transmisi bidirectional dengan satu fiber ini dikenal sebagai sistem Diplex.

image

Time Compression Multiplexing (TCM)

Sistem ini disebut juga “optical ping-pong transmission” yaitu pengiriman sinyal optik secara bergantian. Pertama-tama informasi dikompres pada sebuah memori buffer transmitter, selanjutnya informasi tersebut ditransmisikan melalui sebuah media serat optik pada waktu yang berturut-turut. Pada sisi penerima informasi yang dikompres tersebut dikembalikan ke asalnya pada memori buffer receiver. Panjang gelombang yang dipergunakan pada setiap arah transmisi adalah sama dan hal ini diperkenankan sehubungan hanya ada satu arah sinyal.

pada selang waktu tertentu. Oleh sebab itu sistem TCM ini tidak memerlukan persyaratan khusus bagi komponen di jaringan optiknya. Namun dengan membagi frame dalam section upstream dan downstream secara bergantian akan berakibat pada keterbatasan efisiensi frame sebesar 50 %.

image

Code Division Multiplexing (CDM)

Dalam sistem CDM, sinyal dengan arah upstream dan downstream dimodulasi dengan kode yang berbeda. Sinyal input elektrik dimultiplikasi dengan kode yang unik untuk masing masing arah dan kemudian diubah menjadi sinyal optik. Di sisi penerima, sinyal informasi dapat diperoleh kembali dengan cara korelasi. Akibat proses modulasi CDM ini akan dihasilkan sinyal transmisi dengan bit rate yang lebih tinggi dari sinyal inputnya.
Subcarrier Multiplexing (SCM)
Dalam sistem SCM, sinyal upstream dan downstream dimodulasikan dengan frekuensi subcarrier yang berbeda dan dilewatkan suatu band-pass filter (BPF). Sinyal upstream dan downstream diletakkan pada domain frekuensi subcarrier yang ditentukan supaya tidak terjadi overlap. Efek refleksi yang timbul dapat diatasi dengan menggunakan filter elektrik. Karena sistem ini merupakan transmisi analog, maka untuk beberapa aplikasi linearitas dari sinyal sangat diperlukan.

image

Perbandingan teknis antara SDM, DDM, WDM, TCM, CDM, dan SCM diperlihatkan pada Tabel V. Pada sistem DDM, perangkat optik untuk menanggulangi efek refleksi akan menjadi sangat kompleks. Pada sistem TCM
diperlukan perangkat elektronik yang kompleks juga untuk menangani sinkronisasi sinyal yang bersifat burst. Pada sistem CDM dan SCM, perangkat elektronik yang kompleks juga diperlukan untuk me-modulasi/demodulasi kode
maupun subcarrier. Salah satu kesulitan dari sistem transmisi full duplex dengan menggunakan 1 fiber adalah refleksi pada konektor pertama (setelah titik TX dan RX dari jaringan) akan menimbulkan crosstalk antara transmitter pada sisi yang satu dengan receiver pada sisi yang sama pada jaringan. Untuk mengatasi hal itu diperlukan komponen-komponen yang khusus untuk mengurangi efek yang timbul baik akibat refleksi maupun crosstalk.

image

image

Transfer Mode pada Transmisi Sinyal Digital

Terdapat beberapa jenis transfer mode untuk mengirimkan sinyal digital yaitu synchronous transfer mode (STM), packet mode, dan asynchronous transfer mode (ATM). STM umumnya dipakai dalam aplikasi circuit-mode switching dan time division multiplexing. Unit fundamental pada switching berbasis STM adalah time slot. Informasi untuk suatu kanal tertentu di dekomposisi menjadi time slot-time slot yang diletakkan dalam suatu posisi tertentu dalam suatu frame. Laju bit rate untuk suatu layanan berbasis STM umumnya merupakan multiplikasi dari 64 kbit/s. Suatu kanal dalam STM diidentifikasi berdasarkan posisi time slotnya.
Dalam hal ini pada saat tidak ada informasi yang dikirimkan dalam suatu kanal, maka time slot yang dialokasikan untuk kanal tersebut tidak dapat digunakan untuk kanal yang lain dengan demikian sistem berbasis STM umumnya dinilai kurang efisien.
Packet mode umumnya dipakai dalam aplikasi packet-mode swithcing. Informasi didekomposisi menjadi packet yang terdiri atas sebuah header dan sebuah information field. Suatu kanal dalam packet mode diidentifikasi dengan
label yang tertulis pada header. Panjang dari suatu packet adalah variabel dan suatu packet di-generate secara asinkron pada saat informasi dikirimkan. Hal ini memungkinkan packet mode untuk digunakan pada layanan dengan bit rate berapapun dan cukup efisien. Hanya saja dalam sistem berbasis packet mode protokolnya cukup kompleks dan diproses dengan menggunakan software.
Akibatnya packet mode cukup sulit untuk diterapkan pada penggunaan bit rate yang tinggi.
Diantara kedua jenis transfer mode diatas, STM adalah merupakan solusi yang
terbaik untuk layanan-layanan dengan fixed-rate. Pada layanan telekomunikasi masa depan yang berbasis pita lebar, berbagai macam jenis layanan dengan rentang bit rate yang rendah dan tinggi harus ditransmisikan secara efisien.
Sistem berbasis STM tidak cukup efisien untuk menanganinya, sedangkan sistem berbasis packet mode kurang cocok untuk menangani service dengan bit rate yang tinggi. Maka dikembangkanlah sistem berbasis asynchronous transfer mode (ATM) untuk sistem transmisi dengan kecepatan tinggi yang efisien. Informasi dalam sistem ATM didekomposisi menjadi ATM cell yang terdiri dari sebuah header dan sebuah information field. Panjang dari suatu ATM cell adalah tetap sedangkan jumlah cell adalah variabel sehingga transmisi untuk layanan dengan berbagai macam bit rate dapat dilakukan secara efisien. Panjang satu ATM cell ditetapkan oleh ITU-T sebesar 53 byte (8
bit per byte) yang terdiri dari 48 byte payload dan 5 byte header. Suatu kanal dalam ATM diidentifikasikan dengan label yang tertulis di header. Dalam sistem
ATM protokolnya cukup sederhana sehingga dapat diproses dengan hardware
berkecepatan tinggi.

image

Teknologi OAN Pita Sempit

Ruang lingkup teknologi OAN pita sempit (narrowband) adalah mencakup teknologi-teknologi OAN dengan kemampuan untuk menyediakan jenis-jenis layanan telekomunikasi dengan bit rate hingga 2 Mbit/s. Beberapa teknologi OAN pita sempit yang dikenal saat ini meliputi Digital Loop Carrier (DLC),
Passive Optical Network (PON) dan Active Optical Network (AON). Dalam aplikasinya teknologi-teknologi tersebut dapat dikombinasikan dengan sistem transmisi baik Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) maupun Synchronous Digital Hierarchy (SDH).

Teknologi Digital Loop Carrier (DLC)

Pada tahun 1985, teknologi DLC yang mula-mula masih menggunakan kabel tembaga mulai beranjak pada alternatif penggunaan kabel serat optik sebagai
media trasmisinya. Dimulailah era penggunaan fiber optik di jaringan lokal (Fibre-In-The Loop / FITL). Berbagai perangkat elektronik dan optik dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Media fiber optik digunakan untuk menghubungkan Central Office Terminal (CT) yang ada di lokasi sentral dengan Remote Terminal (RT) yang terletak di sisi pelanggan.
Remote terminal tersebut melayani sekelompok pelanggan dalam suatu lokasi atau area tertentu yng disebut dengan Carrier Serving Area (CSA). Berawal dari konsep CSA inilah muncul berbagai istilah untuk menggambarkan konfigurasi peletakan Remote Terminal di sisi pelanggan, yaitu Fibre-To-The Building (FTTB), Fibre-To-The Apartment (FTTA), Fibre-To-The Business, Fibre-To-The Curb (FTTC), dll.

Pulse Code Modulation (PCM)

Teknologi DLC yang berkembang saat ini merupakan pengembangan dari teknologi PCM-30 yang selama ini telah mapan digunakan di tingkat jaringan penghubung sentral (junction maupun trunk). Perangkat dasar yang digunakan adalah multiplexer 30 kanal 64 kbit/s (2 Mbps). Pada awalnya teknologi PCM ini dipakai dengan menggunakan kabel tembaga (kabel PCM) yang seringkali membutuhkan regenerator di tengah-tengahnya untuk menjangkau jarak yang lebih jauh. Kebutuhan akan kapasitas yang lebih besar serta jangkauan yang lebih luas mengakibatkan peralihan ke sistem transmisi dengan menggunakan media fiber optik.
Hubungan kabel fiber optik dari sisi sentral ke sisi pelanggan adalah titik ke titik (point to point) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11. Hal ini berarti
minimal diperlukan 1 (satu) perangkat PCM disisi pelanggan dan 1 (satu)
perangkat PCM pasangannya disisi sentral. Perangkat PCM ini menggunakan kanal frekuensi suara (VF) sebagai antarmuka saluran penghubung ke sentral. Komponen perangkat berbasis teknologi PCM-30 meliputi analog to digital converter (A/D converter) dan primary multiplexer 2 Mbit/s yang biasa disebut Channel Bank (CB), high order multiplexer (HOM), dan optical line termination equipment (OLTE).

Layanan yang dapat ditangani dengan teknologi PCM-30 pada umumnya terbatas pada POTS (Plain Old Telephony Service) dan data kecepatan rendah.OM merupakan multiplexer yang melakukan proses multiplexing secara bertingkat (step by step), tingkat pertama melakukan multiplexing 4 input 2 Mbit/s menjadi 8 Mbit/s, tingkat kedua melakukan multiplexing 4 input 8 Mbit/s menjadi 34 Mbit/s, dan tingkat ketiga melakukan multiplexing 4 input 34 Mbit/s menjadi 140 Mbit/s. HOM dengan orde tertinggi memultiplex 4 input 140 Mbit/s menjadi 565 Mbit/s. Untuk mendapatkan kembali sinyal informasi, di sisi penerima harus dipasang perangkat demultiplexer yang juga akan melakukan proses demultiplexing secara bertingkat mulai dari orde yang tertinggi hingga orde yang terendah. Hirarki yang digunakan dalam proses multiplexing ini dikenal dengan istilah Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH). Perangkat OLTE umumnya tersedia dalam beberapa jenis kapasitas sesuai dengan orde HOM yg dipakai yaitu 8, 34, 140 dan 565 Mbit/s. Perangkat PCM-30 yang ada umumnya memiliki keterbatasan dalam hal fasilitas untuk sistem manajemen jaringan, disamping
itu dimensi perangkat memerlukan space yang relatif lebih besar. Contoh perhitungan kebutuhan perangkat PCM untuk menangani jumlah kanal telepon tertentu ditunjukkan pada Tabel berikut.

image

image

Digital Loop Carrier (DLC)

Teknologi ini merupakan hasil perbaikan sistem PCM-30. Keseluruhan fungsi perangkat ditunjang oleh 2 (dua) bagian saja yaitu :

  • Channel Bank (CB) yaitu hasil meringkas beberapa buah perangkat multiplexer 30 kanal.
  • HOM (High Orde Mux) yaitu hasil meringkas sebuah mux tingkat tinggi dengan sebuah OLTE yang bersesuaian.
    Walaupun prinsip kerja DLC secara mendasar sama dengan PCM, namun bila dibandingkan dengan sistem PCM, sistem DLC memiliki secara keseluruhan jumlah perangkat yang semakin sedikit serta ukurannya dan daya yang diperlukanpun menjadi lebih kecil. Seperti halnya PCM-30, DLC memiliki hubungan kabel serat optik dari sisi sentral ke sisi pelanggan sebagai hubungan titik ke titik (point to point) yang ditunjukkan pada Gambar 12. Hal ini berarti minimal diperlukan 1 (satu) perangkat DLC disisi pelanggan (Remote Terminal/RT) dan 1 (satu) perangkat DLC pasangannya disisi sentral (Central Terminal/CT). DLC juga dapat memiliki konfigurasi ring baik pada level PDH maupun SDH dengan jumlah perangkat DLC disisi sentral sama dengan jumlah perangkat DLC yang terhubung dengan ring tersebut. Kemungkinan konfigurasi ini digambarkan pada Gambar 13. Konfigurasi ring pada sistem DLC diperlukan untuk memberikan sistem proteksi yang memadai. Proteksi 1+1 pada sistem berbasis PDH dikenal dengan istilah Automatic Protection System (APS). Pada APS tiap link komunikasi optik mempergunakan 4 (empat) core serat optik. Dua core serat optik untuk pengiriman sinyal informasi (main) dan 2 core serat optikuntuk cadangan (standby). Untuk sistem berbasis SDH, proteksi 1+1 merupakan salah satu fasilitas dari ring yang dilengkapi dengan redundansi bandwidth dan atau perangkat jaringan sehingga layanan dapat secara otomatis dipulihkan pada saat terjadi gangguan atau degradasi pada salah satu rute dari ring. Fasilitas ini dikenal dengan istilah “self healing ring” yang dapat direalisasikan baik dengan menggunakan 2 atau 4 fiber optik. Perangkat DLC umumnya tersedia dengan kapasitas minimum 120 kanal dan kelipatannya. DLC-120 adalah multiplexer/channel bank 120 kanal (4 x 2 Mbps) yaitu hasil meringkas 4 (empat) Mux. 30 kanal dalam 1 (satu) perangkat. DLC- 240 adalah multiplexer/channel bank 240 kanal yang sebenarnya terdiri dari dua DLC-120 dalam satu perangkat. Generasi selanjutnya dari sistem DLC cenderung menyatukan DLC dengan teknologi transmisi SDH dan dengan
    kapasitas lebih dari 480 kanal. Perangkat DLC generasi terbaru memiliki kemampuan cross connect (CC) pada primary multiplexernya (PM) yang memungkinkan proses grooming sehingga lebih mudah dan fleksibel pada saat melakukan setting konfigurasi perangkat (seringkali disebut sebagai Flexibel Multiplexer/FLEXMUX). HOM memiliki laju bit input 2 Mbit/s elektrik sedangkan laju bit outputnya dapat 8 Mbit/s, 34 Mbit/s dan 140 Mbit/s optik atau 565 Mbit/s. Dalam beberapa kasus perangkat HOM dapat digantikan dengan sistem transmisi SDH dengan kapasitas STM-1 (155 Mbit/s yang setara dengan 1920 kanal 64Kbit/s) atau STM-4 (625 Mbit/s yang setara dengan 7696 kanal 64Kbit/s).

image

Layanan yang dapat ditangani dengan menggunakan teknologi DLC meliputi POTS, payphone, analog leased line, 64kbit/s digital leased line, nx64 kbit/s digital leased line, ISDN BRA, ISDN PRA, 2Mbit/s digital leased line. Contoh kebutuhan perangkat untuk menangani jumlah kanal telepon tertentu sebagai perbandingan dengan sistem berbasis PCM-30 ditunjukkan pada Tabel.

image

Antarmuka Pada Sistem DLC

Antarmuka pada sistem DLC terbagi menjadi dua jenis yaitu antarmuka eksternal dan antarmuka internal. Antarmuka eksternal meliputi antarmuka dari CB ke sentral dan dari CB ke pelanggan yang dikenal dengan sebutan Service Unit (SU), serta antarmuka dari HOM atau ADM ke sentral yang dikenal dengan sebutan Tributary Unit (TU). Antarmuka internal meliputi antarmuka dari CB ke HOM dan HOM ke OLTE, antarmuka dari CB ke ADM dan antarmuka menuju OAMT (Operation Administration and Maintenance Terminal) Perangkat DLC generasi baru juga dilengkapi dengan fasilitas antarmuka V5.x. Antar muka V5.x adalah antarmuka 2 Mbit/s dari sentral menuju ke jaringan akses (TU). Dengan adanya antarmuka V5.x maka tidak diperlukan lagi Channel Bank di sisi sentral. Dengan menggunakan antarmuka V5.x, maka sistem ini akan semakin efisien dan sederhana. Terdapat dua jenis antar muka V5.x yaitu V5.1
yang tidak memiliki kemampuan konsentrasi dan hanya dapat menangani ISDN
BRA dan V5.2 yang memiliki kemampuan konsentrasi (1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6) serta dapat menangani layanan hingga ISDN PRA.

image

Antarmuka dari perangkat DLC menuju sistem manajemen jaringan (OAMT) adalah menggunakan Q3 interface atau CORBA. Sistem manajemen jaringan sesuai dengan konsep yang dituangkan dalam rekomendasi ITU-T M3010 adalah mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut:
– Performance management
– Fault Management
– Configuration and resource management
– Access and security management

image

Teknologi Passive Optical Network (PON)

Teknologi ini dikembangkan atas dasar penggunaan bersama satu perangkat opto-elektronik oleh beberapa pelanggan sehingga harganya dapat ditanggung bersama dan secara topologi menjadi lebih sederhana. Upaya pengefektifan jaringan ini dicapai dengan cara menggunakan teknik transmisi tertentu (salah satunya TDM/TDMA) dan memanfaatkan pembagi sinyal optik pasif (passive splitter/PS) untuk memperoleh jumlah pencabangan yang diinginkan.
Sistem PON terdiri dari perangkat Optical Line Termination (OLT) yang biasanya terletak disisi sentral dan beberapa perangkat Optical Network Unit (ONU) yang tersebar di dekat lokasi pelanggan. Hubungan kabel fiber optik pada PON adalah titik ke banyak titik (point to multipoint). Hal ini berarti satu perangkat OLT melayani beberapa pelanggan pada lokasi yang berbeda yang dihubungkan melalui beberapa perangkat ONU. Umumnya, PON tidak memiliki sistem proteksi namun bilamana dibutuhkan sistem proteksi 1+1 dapat diterapkan pada segmen OLT-PS dengan mempergunakan komponen passive splitter 2:n.

Pada kondisi tertentu sistem PON juga dapat dikombinasikan dengan sistem transmisi ring SDH untuk memperluas jangkauan serta meningkatkan kehandalan jaringan. Konfigurasi dasar PON ditunjukkan pada Gambar 15. Perangkat OLT berfungsi sebagai antarmuka ke sisi sentral, Optical Distribution Network (ODN) merupakan jaringan transmisi fiber optik yang menghubungkan OLT ke ONU dan sebaliknya, sedangkan ONU merupakan perangkat antarmuka ke sisi pelanggan. ODN dapat dikonfigurasikan menjadi beberapa macam topologi yaitu single star, double star, atau multiple star tergantung pada posisi peletakan komponen passive
splitter di jaringan optiknya.

image

Metoda Akses Pada Passive Optical Network

Sistem PON memiliki metoda transmisi yang khusus dikarenakan sharing jaringan fiber optik yang terjadi dengan digunakannya komponen passive splitter pada jaringan. Sistem transmisi yang umumnya paling banyak dipakai pada sistem berbasis PON adalah Time Division Multiplexing (TDM) untuk arah downstream dan Time Division Multiple Access (TDMA) untuk arah upstream (dengan menggunakan fiber yang berbeda untuk masing-masing arah). Ide yang digunakan adalah dengan membagi sinyal-sinyal informasi berdasarkan waktu (time slot), mengirimkan sebagian time slot dari sinyal pertama yang diikuti dengan time slot dari sinyal kedua, dan seterusnya secara berulang

hingga keseluruhan time slot selesai dikirimkan. Siklus tersebut terus menerus berulang dan berlaku baik untuk arah downstream maupun arah upstream. Perbedaan istilah TDM dan TDMA dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada arah downstream (TDM) hanya terdapat satu transmitter yang senantiasa aktif dan
mengirimkan sinyal-sinyal ke beberapa receiver, dimana masing-masing receiver akan mengambil informasi/time slot yang diperuntukkan baginya serta
mengabaikan informasi yang lainnya. Sebaliknya untuk arah upstream sinyalsinyal diterima dari beberapa transmitter individual, yang masing-masing hanya akan aktif pada saat yang bersangkutan mengirimkan informasi, kemudian non aktif untuk memberi kesempatan pada transmitter yang lainnya untuk mengirimkan informasi (TDMA).

image

Selain TDM/TDMA sistem transmisi lain yang dapat dipergunakan adalah TCM/TDMA dengan menggunakan hanya satu fiber untuk arah downstream maupun upstream. Sistem ini dikenal dengan istilah

ping-pong transmission, dimana pengiriman/penerimaan sinyal informasi dilakukan secara bergantian antara perangkat-perangkat yang ada disisi sentral dan di sisi pelanggan (masing-masing mengambil setengah dari satu siklus TCM) sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 19.

image

Antarmuka Pada Sistem Passive Optical Network

Antarmuka pada sistem PON terbagi menjadi dua jenis yaitu antarmuka eksternal dan antarmuka internal. Antarmuka eksternal meliputi antarmuka dari OLT ke sentral yang dikenal dengan sebutan Tributary Unit (TU), serta antarmuka dari ONU ke pelanggan yang dikenal dengan sebutan Service Unit
(SU). Perangkat OLT dirancang memiliki antarmuka 2Mbit/s (V5.x) ke arah sentral sebagai suatu antarmuka yang terbuka (open interface). Apabila sentral belum memilikinya, maka diperlukan tambahan perangkat Channel Bank untuk menghubungkan antara sisi sentral dengan tributary unit dari OLT. Antarmuka internal meliputi antarmuka dari OLT ke ODN, antarmuka dari ONU ke ODN, dan antarmuka menuju OAMT (Operation Administration and Maintenance Terminal). Antarmuka dari OLT & ONU ke ODN untuk berbagai macam jenis produk berbasis PON umumnya bersifat proprietary (tidak terstandardisasi). Jadi perangkat OLT hanya dapat dihubungkan dan berkomunikasi dengan perangkat ONU yang berasal dari pabrikan yang sama. Seperti halnya dengan sistem DLC, antarmuka dari perangkat OLT menuju sistem manajemen jaringan (OAMT) adalah menggunakan Q3 interface atau CORBA. Sistem manajemen jaringan sesuai dengan konsep yang dituangkan dalam rekomendasi ITU-T M3010 adalah mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut:
– Performance management
– Fault Management
– Configuration and resource management
– Access and security management

Kapasitas Sistem Passive Optical Network

Sistem PON mengenal tiga batasan kapasitas yaitu kapasitas ONU, kapasitas ODN, dan kapasitas OLT. Kapasitas ONU dan OLT menunjukkan jumlah kanal yang dapat ditangani oleh perangkat yang bersangkutan. Sedangkan kapasitas Optical Distribution Network (ODN) menunjukkan jumlah kanal yang dapat disalurkan pada suatu cabang serat optik dengan sistem transmisi tertentu.
Kapasitas ONU yang umum adalah 4, 16, 30, 60, dan 120 kanal. Kapasitas ODN bervariasi disekitar 200 kanal. Sedangkan kapasitas OLT dipersyaratkan minimal 800 kanal dan dapat didistribusikan maksimum ke 4 ODN. Splitting ratio yang dapat dipakai pada sistem PON adalah hingga 1:16 untuk mencapai jarak jangkauan hingga 20 km, dan 1:32 untuk mencapai jarak jangkauan hingga 10 km. Layanan yang dapat ditangani dengan menggunakan teknologi PON meliputi POTS, payphone, analog leased line, 64kbit/s digital leased line,
ISDN BRA, ISDN PRA, 2Mbit/s digital leased line.

Teknologi Active Optical Network (AON)

Active Optical Network (AON) adalah salah satu teknologi OAN dengan konfigurasi point-to-multipoint yang menggunakan perangkat active splitter pada titik pencabangan dari jaringan. Penggunaan active splitter dalam sistem
AON memberikan kelebihan yaitu fleksibilitas dari penambahan kapasitas dan pencabangan serta dapat menjangkau daerah dengan cakupan yang lebih besar. Suatu sistem AON terdiri dari: sebuah Optical Line Termination (OLT), sejumlah ODN yang dibedakan menjadi primary ODN dan secondary ODN, satu atau lebih Active Spliting Equipment (ASE), dan sejumlah Optical Network Unit (ONU). Optical Line Termination (OLT) merupakan terminasi dari jaringan AON yang menyediakan antarmuka ke sisi sentral melalui tributary unit (TU) serta terhubung ke satu atau lebih primary ODN.

Optical Distribution Network (ODN) merupakan jaringan transmisi fiber optik antara OLT dan ASE (primary ODN) atau antara ASE dan ONU (secondary ODN). Active Splitting Equipment (ASE) merupakan terminasi antara (intermediate) dari sistem AON yang secara aktif mendistribusikan informasi dari OLT ke satu atau beberapa ONU. ASE terhubung ke primary ODN yang menuju ke arah OLT dan ke satu atau beberapa secondary ODN yang menuju
ke arah ONU. Beberapa produk menyediakan backup primary ODN untuk memberikan proteksi 1+1 pada jalur antara OLT dan ASE. Active Splitter Equipment mendistribusikan/mengumpulkan informasi dari/ke OLT ke/dari satu
atau lebih ONU dengan mempergunakan kapabilitasnya sebagai multiplexer/demultiplexer serta intermediate regenerator. Optical Network Unit (ONU) merupakan terminasi dari sistem AON yang terhubung ke secondary ODN dan menyediakan antarmuka dari sistem ke pelanggan. Pelanggan terhubung ke ONU dengan menggunakan kabel tembaga baik twisted pair maupun koaksial sesuai dengan kebutuhan. AON menggunakan sistem transmisi berbasis SDH untuk segmen antara OLT dan ASE, sedangkan untuk segmen antara ASE dan ONU dapat mempergunakan sistem transmisi SDH atau PDH. Konfigurasi umum sistem AON ditunjukkan pada Gambar 20.

Pada sistem AON, jaringan optik antara ASE dan ONU (secondary ODN) umumnya menggunakan topologi single star. Namun beberapa pabrikan menawarkan produk AON dengan secondary ODN yang bervariasi, misalnya dikombinasikan dengan sistem berbasis PON (passive double star), disusun secara cascade, atau bahkan dengan topologi ring sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 20.

image

Sumber : Knowledge TELKOM 2007